Rabu, 10 Februari 2016

PENANAMAN NILAI- NILAI PENTING KEPADA ANAK-ANAK USIA DINI

ANAK BELAJAR DARI NILAI-NILAI  YANG DILIHAT ATAU DIDENGARNYA SETIAP  HARI.



Sebagai orangtua, pemahaman mengenai nilai dan moral merupakan landasan kehidupan yang utama yang sudah semestinya diajarkan kepada anak. Mengajarkan anak tentang moral merupakan tantangan yang berat sebab moral bukanlah suatu hal yang dapat diperoleh dari sebuah buku. Hanya pengalaman dan nasehat yang dapat membuat anak anda mengerti tentang semuanya.

Nah, berikut ini ada beberapa hal yang dapat anda ajarkan pada anak-anak agar mereka dapat menjadi pribadi yang baik dikehidupan masa depan kelak.

1. Jangan Berbohong
Saat ini agaknya sulit sekali menemukan seseorang yang jujur dan amanah. Untuk itu, salah satu hal yang paling penting diajarkan kepada anak yakni jangan berbohong. Beritahukan kepada anak bahwa kejujuran merupakan hal yang paling penting, tak peduli seberapa kecil kebohongan, tetaplah tidak baik dan tidak dapat ditolelir. Selain itu, ajarkan pula pada anak bahwa kebohongan adalah hal yang begitu mudah untuk dilakukan dan mungkin mereka merasa senang saat melakukannya, hanya saja akan ada ganjaran atas kebohongan tersebut yang dapat merugikan diri mereka.

2. Bertanggung Jawab dan Meminta Maaf Ketika Melakukan Kesalahan
Meminta maaf bukan saja mejadi bagian dari pendidikan moral, namun juga sebuah awal dari pendidikan etika yang harus ditanamkan pada setiap anak. Penting sekali mengajarkan pada anak, bahwa kata maaf adalah kata ajaib yang dapat membuat hidup terasa lebih berarti. Meminta maaf bukan hanya mengakui kesalahan saat salah atau saat tidak menepati janji, namun juga untuk menerima maaf dan membayar kesalahan mereka. Amat penting untuk mengajarkan mereka tentang hal ini untuk membentuk pribadi anak menjadi rendah hati.

3. Suka Menolong dan Rendah Hati
Dermawan serta suka menolong dapat diterapkan kepada anak ketika mereka masih kecil hingga saat mereka dewasa nanti kebiasaan dan perilaku ini bisa terbawa hingga mereka telah memiliki penghasilan sendiri. Jika anak anda melihat anda menolong prang lain, maka hal ini akan secara langsung menginsiprasi anak untuk melakukan hal yang sama. Mencontohkan secara langsung sebuah peajaran kepada anak akan lebih baik daripada anda mendiktenya dari sebuah buku. Dengan praktek biasa sebuah pelajaran akan mudah diterapkan, begitupun tentang pelajaran nilai moral.

4. Menghargai Satu Sama Lain
Menghargai setiap perbedaan adalah pelajaran yang tak kalah penting diberikan saat anak berusia dini. Arahkan dan berikan penjelasan kepada anak bahwa perbedaan itu indah jika kita menghargainya. Sebab tidak semua orang memiliki pandangan dan tujuan yang serupa dengan kita. Selain itu, dengan saling menghargai maka hidup anak terasa lebih indah.

5. Jangan Pernah Menyakiti Orang Lain
Ini adalah salah satu hal yang juga tak kalah penting disampaikan pada anak. Jelaskan pada anak anda apa yang akan terjadi ketika menyakitit seseorang, jelaskan juga hal apa saja yang tergolong menyakiti orang lain. Anak-anak perlu diajarkan bahwa menyakiti orang lain bukanlah tindakan yang dibenarkan, selain itu selalu ada ganjaran untuk setiap perbuatan yang kita lakukan ketika menyakiti oranglain, misalnya dijauhi orang lain, dibenci orang lain.

6. Jangan Mencuri
Point yang satu ini berkaitan pula dengan point kejujuran, dimana tidak mencuri dan selalu berkata jujur adalah fondasi dasar kehidupan. Ajarkan pada anak bahwa mencuri adalah perbuatan yang tidak terpuji dan digolongkan sebagai sebuah tindakan kejahatan yang tidak boleh dilakukan.
Demikian beberapa nilai moral penting yang harus diajrkan kepada anak sejak usia dini. Dengan mengajarkan dan menanamkan nila-nilai ini diharapkan anak mulai dapat terbiasa dan menjadikannya sebagai prinsip hidupnya yang ia bawa sampai ia dewasa nanti.



Penanaman Nilai-Nilai Karakter pada Anak sesuai dengan Tahapan Perkembangannya

            Karakter merupakan kumpulan nilai-nilai baik yang menjadi landasan atau pedoman sikap dan perilaku seseorang. Karakter memiliki nilai-nilai atau virtues karakter yang dianggap baik atau buruk secara universal. Untuk menumbuhkan karakter yang baik ini diperlukan pendidikan karakter. Menurut Megawangi (2004), pendidikan karakter adalah suatu usaha mendidik anak-anak agar bijaksana dan berkontribusi positif terhadap lingkungan. Karakter-karakter ini juga akhirnya membentuk kecerdasan moral. Kecerdasan moral terbentuk karena adanya perkembangan moral yang baik. Menurut Santrock (2007), perkembangan moral melibatkan perubahan pemikiran, perasaan, dan perilaku berdasarkan standar benar dan salah. Perkembangan moral sendiri menyangkut intrapersonal dan interpersonal.
            Dalam pendidikan karakter terdapat beberapa komponen penting yang harus ditekankan. Pendidikan karakter Lickona (1992) dalam Megawangi (2009), menekankan tiga komponen untuk membentuk karakter yang baik, yaitu moral knowing, moral behavior dan moral feeling. Moral knowing terkait dengan kesadaran moral, pengetahuan mengenai nilai-nilai moral, perpective-taking, moral reasoning, pengambilan keputusan, dan self knowledge. Moral feeling merupakan aspek yang harus ditanamkan terkait dengan dorongan atau sumber energi dalam diri manusia untuk bertindak sesuai prinsip-prinsip moral. Sedangkan moral action adalah bagaimana pengetahuan mengenai nilai-nilai moral tersebut diwujudkan dalam aksi nyata. Penanaman nilai-nilai pun harus dilakukan sejak dini. Menurut Kartini (2011) dalam Yuliantoro, jika sejak usia dini anak tidak diajarka nilai-nilai budi pekerti maka jika anak menginjak usia dewasa akan mengembangkan sikap destruktif atau cenderung ke arah brutal. Pertanyaannya, nilai-nilai apa saja yang harus ditanamkan kepada anak untuk membentuk karakter yang baik? Lalu, bagaimana menginternalisasi nilai-nilai tersebut, baik di rumah maupun di sekolah?
Pertama, nilai yang harus diajarkan adalah nilai yang akan menjadi pedoman hidup bagi manusia, yaitu agama. Agama merupakan pedoman kehidupan yang mengatur seluruh sendi-sendi kehidupan manusia. Jadi, jika seseorang telah memiliki dasar agama yang baik, maka nilai-nilai yang lain akan mudah diterima dan diterapkan. Kedua, tanggung jawab, mandiri, disiplin, dan jujur. Nilai-nilai ini penting agar anak nantinya bisa mandiri, disiplin dan bertanggung jawab pada dirinya sendiri dan pada apa yang ia lakukan. Ketiga, menghormati dan menghargai orang lain. Keempat, etika dan sopan santun. Kelima, berbagi, kasih sayang, rendah hati. Keenam, gotong royong, saling tolong menolong. Nilai-nilai tersebut penting agar anak nantinya bisa berinteraksi social dengan baik, memiliki sikap empati, dan tidak egosentris. Dan yang terakhir, adalah kreatif, percaya diri, pekerja keras. nilai yang terakhir ini dapat menuntun sang anak agar ia tidak mudah putus asa, mampu mencari jalan keluar dari suatu masalah, dan memiliki motivasi yang tinggi.
Dalam proses pendidikan karakter tersebut tentu membutuhkan partisipasi dari berbagai pihak, terutama sekolah dan keluarga. Berikut akan dijelaskan beberapa cara agar pendidikan karakter dapat terinternalisasi dengan baik.
  1. Anak usia balita dan pra sekolah
Pada kelompok umur ini anak masih self-oriented dan masih berada pada level moral terendah (Kohlberg). Menurut tahapan Erikson, anak berada pada fase autonomy vs doubt. Pada fase ini anak-anak cenderung egois dan hanya melakukan sesuatu berdasarkan prinsip reward and punishment.
Cara-cara yang bisa dilakukan untuk menginternalisasi nilai-nilai pada anak usia ini adalah:
  • Mengenalkan sopan-santun, nilai baik/buruk pada anak dg cara yg mudah dimengerti dan tegas
  • Menumbuhkan rasa kemandirian (memberi kesempatan anak melakukan apa yg diinginkan)
  • Jangan memarahi anak karena keegoisannya, missal: tidak mau meminjamkan mainan, karena, jika anak dimarahi akan membuat sifat mandir tidak tumbuh dalam dirinya, dan akhirnya sifat ragu-ragu menjadi dominan.
  • Menanamkan kejujuran
  • Memberikan reward jika anak berbuat baik dan punishment jika anak nakal, namun punishment yang diberikan tidak boleh sampai meng-abbuse sang anak.
  1. Anak usia 4,5-8 tahun
Pada usia ini anak berada pada fase authority-oriented morality (Bronfenbrenner) artinya, percaya sekali pada figure otoritas, misalnya guru. Sedangkan menurut Kohlberg, anak berada pada fase exchange stage, yaitu anak sudah mengerti pada kepentingan orang lain, namun masih dalam konteks “apa yang saya peroleh”. Menurut tahap Erikson, anak berada pada fase initiative vs guilt (3-sebelum 5 tahun) yang artinya anak harus diberikan kesempatan untuk mengungkapkan ekspresinya. Jika tidak, maka ia akan menjadi pribadi yang apatis. Pada usia 6,5-8 tahun, anak berada pada fase Industry vs inferiority. Pada fase ini baik orang tua maupun guru harus menanamkan rasa mampu mengerjakan tugas pada anak. Beberapa cara lain untuk menanamkan nilai-nilai pada fase ini adalah:
  • Mengajarkan moral baik atau buruk (perilaku baik & sopan) disertai alas an.
  • Memilih & menyalurkan kreativitas anak.
  • Memberikan anak tanggung jawab.
  • Mengajarkan anak tentang empati, cinta, dan kasih sayang.
  • Menggunakan prinsip timbal balik disertai pengertian.
  • Berikan contoh perilaku ttg tolong-menolong dan peduli kepada orang lain
  • Mendorong anak untuk bereksplorasi
  1. 8,5-14 tahun
Pada fase ini, menurut Bronfenbrenner anak berada pada fase peer-oriented morality. Anak-anak bertindak cenderung sesuai dengan teman sebaya atau peer group-nya. Pada fase ini anak telah mengerti golden rules atau moral baik atau buruk. Pada fase ini, internalisasi dapat dilakukan dengan:
  • Memberikan training pada anak agar memiliki keahlian tertentu (kesenian, olahraga, dll)
  • Memelihara hubungan & komunikasi yg baik
  • Membantu membangun konsep diri positif
  • Diskusi
  • Menyeimbangkan, antara memberi anak kebebasan dan mengontrol mereka.
  1. 16-19 tahun
Pada fase ini menurut Bronfenbrenner, anak berada pada fase collective-oriented morality, artinya anak merasa  memiliki tanggung jawab untuk menjaga keutuhan kelompoknya. Menurut Kohlberg, fase ini disebut law & order stage / social contract stage. Anak akan patuh pada peraturan yang ada, karena ia memahami bahwa kesetiaan pada peraturan-peraturan yang ada adalah kewajibannya, agar ketertiban dan ketentraman masyarakat terjaga. Proses internalisai nilai pada remaja usia ini antara lain:
  • Mengajarkan untuk memegang teguh prinsip-prinsip moral dan HAM
  • Mengajak anak berdiskusi mengenai prinsip menghargai orang lain dan kewajiban sebagai anggota sistem social.
  • Masalah moral yang terjadi dalam masyarakat dan bentuk kontribusi yang bisa dilakukan untuk system sosialnya.
  • Berikan pengalaman nyata partisipasi dalam komunitas, misal organisasi pramuka, ekstrakurikuler, dsb.
  • Target di masa depan, agar anak memiliki motivasi yang kuat untuk bekerja keras mencapai tujuannya.
  1. Lebih dari 20 tahun
Pada fase ini disebut objectively oriented morality. Menurut Garbarino & Bronfenbrenner (1975) dalam Megawangi (2004),fase ini merupakan fase tertinggi yang seharusnya dicapai manusia, karena mengacu pada prinsip moral universal,objektif, tidak tergantung pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Pada fase ini yang diperlukan adalah menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang lebih dalam dan menanamkan sang anak agar senantiasa memegang teguh nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang telah dianut.
Perkembangan moral anak akan lebih optimal jika dilakukan sesuai dengan perkembangan anak, sejak usia dini sampai anak beranjak dewasa. Namun, bukan berarti setelah dewasa orang tua melepas anaknya begitu saja. Orang tua juga harus tetap menjaga sang anak agar anak tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan dan pergaulan, hingga nilai-nilai karakter yang dianutnya sejak kecil menjadi luntur, atau bahkan hilang sama sekali. Artinya, orang tua harus senantiasa memantau dan mendidik sang anak, as long as possible.
Daftar Pustaka

Megawangi R. 2009. Pendidikan Karakter. Edisi Ke-3. Jakarta (ID) : Gapprint.
Septian Eko Yuliantoro.[tahun tidak diketahui]. Penanaman Nilai-Nilai Budi Pekerti pada Anak melalui Kesenian Tradisional. [http://bit.ly/I70cc6]









Tidak ada komentar:

Posting Komentar