ANAK BELAJAR DARI NILAI-NILAI YANG DILIHAT ATAU DIDENGARNYA SETIAP HARI.
Sebagai orangtua, pemahaman mengenai nilai dan moral merupakan
landasan kehidupan yang utama yang sudah semestinya diajarkan kepada
anak. Mengajarkan anak tentang moral merupakan tantangan yang berat
sebab moral bukanlah suatu hal yang dapat diperoleh dari sebuah buku.
Hanya pengalaman dan nasehat yang dapat membuat anak anda mengerti
tentang semuanya.
Nah, berikut ini ada beberapa hal yang dapat
anda ajarkan pada anak-anak agar mereka dapat menjadi pribadi yang baik
dikehidupan masa depan kelak.
1. Jangan Berbohong
Saat
ini agaknya sulit sekali menemukan seseorang yang jujur dan amanah.
Untuk itu, salah satu hal yang paling penting diajarkan kepada anak
yakni jangan berbohong. Beritahukan kepada anak bahwa kejujuran
merupakan hal yang paling penting, tak peduli seberapa kecil kebohongan,
tetaplah tidak baik dan tidak dapat ditolelir. Selain itu, ajarkan pula
pada anak bahwa kebohongan adalah hal yang begitu mudah untuk dilakukan
dan mungkin mereka merasa senang saat melakukannya, hanya saja akan ada
ganjaran atas kebohongan tersebut yang dapat merugikan diri mereka.
2. Bertanggung Jawab dan Meminta Maaf Ketika Melakukan Kesalahan
Meminta
maaf bukan saja mejadi bagian dari pendidikan moral, namun juga sebuah
awal dari pendidikan etika yang harus ditanamkan pada setiap anak.
Penting sekali mengajarkan pada anak, bahwa kata maaf adalah kata ajaib
yang dapat membuat hidup terasa lebih berarti. Meminta maaf bukan hanya
mengakui kesalahan saat salah atau saat tidak menepati janji, namun juga
untuk menerima maaf dan membayar kesalahan mereka. Amat penting untuk
mengajarkan mereka tentang hal ini untuk membentuk pribadi anak menjadi
rendah hati.
3. Suka Menolong dan Rendah Hati
Dermawan
serta suka menolong dapat diterapkan kepada anak ketika mereka masih
kecil hingga saat mereka dewasa nanti kebiasaan dan perilaku ini bisa
terbawa hingga mereka telah memiliki penghasilan sendiri. Jika anak anda
melihat anda menolong prang lain, maka hal ini akan secara langsung
menginsiprasi anak untuk melakukan hal yang sama. Mencontohkan secara
langsung sebuah peajaran kepada anak akan lebih baik daripada anda
mendiktenya dari sebuah buku. Dengan praktek biasa sebuah pelajaran akan
mudah diterapkan, begitupun tentang pelajaran nilai moral.
4. Menghargai Satu Sama Lain
Menghargai
setiap perbedaan adalah pelajaran yang tak kalah penting diberikan saat
anak berusia dini. Arahkan dan berikan penjelasan kepada anak bahwa
perbedaan itu indah jika kita menghargainya. Sebab tidak semua orang
memiliki pandangan dan tujuan yang serupa dengan kita. Selain itu,
dengan saling menghargai maka hidup anak terasa lebih indah.
5. Jangan Pernah Menyakiti Orang Lain
Ini
adalah salah satu hal yang juga tak kalah penting disampaikan pada
anak. Jelaskan pada anak anda apa yang akan terjadi ketika menyakitit
seseorang, jelaskan juga hal apa saja yang tergolong menyakiti orang
lain. Anak-anak perlu diajarkan bahwa menyakiti orang lain bukanlah
tindakan yang dibenarkan, selain itu selalu ada ganjaran untuk setiap
perbuatan yang kita lakukan ketika menyakiti oranglain, misalnya dijauhi
orang lain, dibenci orang lain.
6. Jangan Mencuri
Point
yang satu ini berkaitan pula dengan point kejujuran, dimana tidak
mencuri dan selalu berkata jujur adalah fondasi dasar kehidupan. Ajarkan
pada anak bahwa mencuri adalah perbuatan yang tidak terpuji dan
digolongkan sebagai sebuah tindakan kejahatan yang tidak boleh
dilakukan.
Demikian beberapa nilai moral penting yang harus
diajrkan kepada anak sejak usia dini. Dengan mengajarkan dan menanamkan
nila-nilai ini diharapkan anak mulai dapat terbiasa dan menjadikannya
sebagai prinsip hidupnya yang ia bawa sampai ia dewasa nanti.
Karakter
merupakan kumpulan nilai-nilai baik yang menjadi landasan atau pedoman
sikap dan perilaku seseorang. Karakter memiliki nilai-nilai atau virtues
karakter yang dianggap baik atau buruk secara universal. Untuk
menumbuhkan karakter yang baik ini diperlukan pendidikan karakter.
Menurut Megawangi (2004), pendidikan karakter adalah suatu usaha
mendidik anak-anak agar bijaksana dan berkontribusi positif terhadap
lingkungan. Karakter-karakter ini juga akhirnya membentuk kecerdasan
moral. Kecerdasan moral terbentuk karena adanya perkembangan moral yang
baik. Menurut Santrock (2007), perkembangan moral melibatkan perubahan
pemikiran, perasaan, dan perilaku berdasarkan standar benar dan salah.
Perkembangan moral sendiri menyangkut intrapersonal dan interpersonal.
Dalam pendidikan karakter terdapat beberapa komponen
penting yang harus ditekankan. Pendidikan karakter Lickona (1992) dalam
Megawangi (2009), menekankan tiga komponen untuk membentuk karakter yang
baik, yaitu
moral knowing,
moral behavior dan
moral feeling.
Moral knowing terkait dengan kesadaran moral, pengetahuan mengenai nilai-nilai moral,
perpective-taking,
moral reasoning, pengambilan keputusan, dan
self knowledge.
Moral feeling
merupakan aspek yang harus ditanamkan terkait dengan dorongan atau
sumber energi dalam diri manusia untuk bertindak sesuai prinsip-prinsip
moral. Sedangkan
moral action adalah bagaimana pengetahuan
mengenai nilai-nilai moral tersebut diwujudkan dalam aksi nyata.
Penanaman nilai-nilai pun harus dilakukan sejak dini. Menurut Kartini
(2011) dalam Yuliantoro, jika sejak usia dini anak tidak diajarka
nilai-nilai budi pekerti maka jika anak menginjak usia dewasa akan
mengembangkan sikap destruktif atau cenderung ke arah brutal.
Pertanyaannya, nilai-nilai apa saja yang harus ditanamkan kepada anak
untuk membentuk karakter yang baik? Lalu, bagaimana menginternalisasi
nilai-nilai tersebut, baik di rumah maupun di sekolah?
Pertama, nilai yang harus diajarkan adalah nilai yang akan menjadi
pedoman hidup bagi manusia, yaitu agama. Agama merupakan pedoman
kehidupan yang mengatur seluruh sendi-sendi kehidupan manusia. Jadi,
jika seseorang telah memiliki dasar agama yang baik, maka nilai-nilai
yang lain akan mudah diterima dan diterapkan. Kedua, tanggung jawab,
mandiri, disiplin, dan jujur. Nilai-nilai ini penting agar anak nantinya
bisa mandiri, disiplin dan bertanggung jawab pada dirinya sendiri dan
pada apa yang ia lakukan. Ketiga, menghormati dan menghargai orang lain.
Keempat, etika dan sopan santun. Kelima, berbagi, kasih sayang, rendah
hati. Keenam, gotong royong, saling tolong menolong. Nilai-nilai
tersebut penting agar anak nantinya bisa berinteraksi social dengan
baik, memiliki sikap empati, dan tidak egosentris. Dan yang terakhir,
adalah kreatif, percaya diri, pekerja keras. nilai yang terakhir ini
dapat menuntun sang anak agar ia tidak mudah putus asa, mampu mencari
jalan keluar dari suatu masalah, dan memiliki motivasi yang tinggi.
Dalam proses pendidikan karakter tersebut tentu membutuhkan
partisipasi dari berbagai pihak, terutama sekolah dan keluarga. Berikut
akan dijelaskan beberapa cara agar pendidikan karakter dapat
terinternalisasi dengan baik.
- Anak usia balita dan pra sekolah
Pada kelompok umur ini anak masih self-oriented dan masih berada pada
level moral terendah (Kohlberg). Menurut tahapan Erikson, anak berada
pada fase
autonomy vs doubt. Pada fase ini anak-anak cenderung egois dan hanya melakukan sesuatu berdasarkan prinsip
reward and punishment.
Cara-cara yang bisa dilakukan untuk menginternalisasi nilai-nilai pada anak usia ini adalah:
- Mengenalkan sopan-santun, nilai baik/buruk pada anak dg cara yg mudah dimengerti dan tegas
- Menumbuhkan rasa kemandirian (memberi kesempatan anak melakukan apa yg diinginkan)
- Jangan memarahi anak karena keegoisannya, missal: tidak mau
meminjamkan mainan, karena, jika anak dimarahi akan membuat sifat mandir
tidak tumbuh dalam dirinya, dan akhirnya sifat ragu-ragu menjadi
dominan.
- Menanamkan kejujuran
- Memberikan reward jika anak berbuat baik dan punishment jika anak nakal, namun punishment yang diberikan tidak boleh sampai meng-abbuse sang anak.
- Anak usia 4,5-8 tahun
Pada usia ini anak berada pada fase authority-oriented morality
(Bronfenbrenner) artinya, percaya sekali pada figure otoritas, misalnya
guru. Sedangkan menurut Kohlberg, anak berada pada fase exchange stage,
yaitu anak sudah mengerti pada kepentingan orang lain, namun masih dalam
konteks “apa yang saya peroleh”. Menurut tahap Erikson, anak berada
pada fase
initiative vs guilt (3-sebelum 5 tahun) yang artinya
anak harus diberikan kesempatan untuk mengungkapkan ekspresinya. Jika
tidak, maka ia akan menjadi pribadi yang apatis. Pada usia 6,5-8 tahun,
anak berada pada fase
Industry vs inferiority. Pada fase ini baik
orang tua maupun guru harus menanamkan rasa mampu mengerjakan tugas
pada anak. Beberapa cara lain untuk menanamkan nilai-nilai pada fase ini
adalah:
- Mengajarkan moral baik atau buruk (perilaku baik & sopan) disertai alas an.
- Memilih & menyalurkan kreativitas anak.
- Memberikan anak tanggung jawab.
- Mengajarkan anak tentang empati, cinta, dan kasih sayang.
- Menggunakan prinsip timbal balik disertai pengertian.
- Berikan contoh perilaku ttg tolong-menolong dan peduli kepada orang lain
- Mendorong anak untuk bereksplorasi
- 8,5-14 tahun
Pada fase ini, menurut Bronfenbrenner anak berada pada fase
peer-oriented morality. Anak-anak bertindak cenderung sesuai dengan
teman sebaya atau
peer group-nya. Pada fase ini anak telah
mengerti golden rules atau moral baik atau buruk. Pada fase ini,
internalisasi dapat dilakukan dengan:
- Memberikan training pada anak agar memiliki keahlian tertentu (kesenian, olahraga, dll)
- Memelihara hubungan & komunikasi yg baik
- Membantu membangun konsep diri positif
- Diskusi
- Menyeimbangkan, antara memberi anak kebebasan dan mengontrol mereka.
- 16-19 tahun
Pada fase ini menurut Bronfenbrenner, anak berada pada fase
collective-oriented morality, artinya anak merasa memiliki tanggung
jawab untuk menjaga keutuhan kelompoknya. Menurut Kohlberg, fase ini
disebut
law & order stage / social contract stage. Anak akan
patuh pada peraturan yang ada, karena ia memahami bahwa kesetiaan pada
peraturan-peraturan yang ada adalah kewajibannya, agar ketertiban dan
ketentraman masyarakat terjaga. Proses internalisai nilai pada remaja
usia ini antara lain:
- Mengajarkan untuk memegang teguh prinsip-prinsip moral dan HAM
- Mengajak anak berdiskusi mengenai prinsip menghargai orang lain dan kewajiban sebagai anggota sistem social.
- Masalah moral yang terjadi dalam masyarakat dan bentuk kontribusi yang bisa dilakukan untuk system sosialnya.
- Berikan pengalaman nyata partisipasi dalam komunitas, misal organisasi pramuka, ekstrakurikuler, dsb.
- Target di masa depan, agar anak memiliki motivasi yang kuat untuk bekerja keras mencapai tujuannya.
- Lebih dari 20 tahun
Pada fase ini disebut
objectively oriented morality. Menurut
Garbarino & Bronfenbrenner (1975) dalam Megawangi (2004),fase ini
merupakan fase tertinggi yang seharusnya dicapai manusia, karena mengacu
pada prinsip moral universal,objektif, tidak tergantung pada
kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Pada fase ini yang
diperlukan adalah menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang lebih dalam
dan menanamkan sang anak agar senantiasa memegang teguh nilai-nilai dan
prinsip-prinsip yang telah dianut.
Perkembangan moral anak akan lebih optimal jika dilakukan sesuai
dengan perkembangan anak, sejak usia dini sampai anak beranjak dewasa.
Namun, bukan berarti setelah dewasa orang tua melepas anaknya begitu
saja. Orang tua juga harus tetap menjaga sang anak agar anak tidak mudah
terpengaruh oleh lingkungan dan pergaulan, hingga nilai-nilai karakter
yang dianutnya sejak kecil menjadi luntur, atau bahkan hilang sama
sekali. Artinya, orang tua harus senantiasa memantau dan mendidik sang
anak,
as long as possible.
Daftar Pustaka
Megawangi R. 2009.
Pendidikan Karakter. Edisi Ke-3. Jakarta (ID) : Gapprint.
Septian Eko Yuliantoro.[tahun tidak diketahui].
Penanaman Nilai-Nilai Budi Pekerti pada Anak melalui Kesenian Tradisional. [http://bit.ly/I70cc6]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar